Jumat, 25 Maret 2016

Distorsi Makna Salib dan Perlunya Kesadaran Baru

Oleh Giorgio Babo Moggi

Entah apa yang mendorong saya tiba-tiba membathin, "Salib itu apa, sih?" Sebuah pertanyaan mudah. Anak kecil pun bisa menjawab. Akh, benarkah demikian? Salib itu sebuah kayu dipasang menyilang pada kayu yang lain. Kira-kira demikian anak-anak menjawabnya secara lugu.

Bagi umat Kristiani, salib itu sebuah simbol. Simbol penderitaan. Simbol kesengsaraan. Tapi, penderitaan atau kesengsaraan yang berdampak kebahagian kekal.

Misteri salib adalah misteri penebusan dosa umat manusia. Aneh memang bagaimana Yesus mengorbankan diri-Nya demi umat manusia. Bagaimana bisa terjadi demikian? Tidak ada jalan lain untuk penebusan dosa manusia? Itulah misteri Tuhan. Tempurung otak yang kecil ini tidak mampu memecahkan misteri Allah yang sangat luas ini.

Salib dan tersalibnya Yesus di Golgota ada pengorbanan yang paripurna Yesus semasa hidupnya. Klimaks dari hidup-Nya di dunia. Titik kulminasi misteri Allah yang dapat disaksikan mata manusia pada jaman itu.

Dalam tradisi Kristiani, salib telah menjelma menjadi sebuah frasa baru yang artinya penderitaan. Karenanya kita sering mendengar ungkapan, "itulah salibmu" atau "setiap orang memiliki salib masing-masing". Dengan kata lain salib lebih dari sebuah kayu silang. Salib itu adalah kehidupan sendiri. Suka duka kehidupan setiap orang.

Salib bukanlah kebinasaan. Salib itu memberikan pengharapan dan kehidupan surgawi. Artinya, setiap penderitaan hidup dapat dikonversikan menjadi kebahagian. Seperti halnya Yesus, Ia wafat di salib dan dimakamkan kemudian bangkit pada hari ketiga.

Kebahagian, kebangkitan atau kemulian hanya mungkin terjadi jika kita sungguh-sungguh mengimani bahwa ketekunan dan kesabaran akan berbuah jawaban dari Tuhan. Sehingga segala asa dan cita-cita tidak pupus. Tuhan memenuhi pada waktunya.

Fakta dalam kehidupan kita sehari-hari, ungkapan "itulah salibmu" kerap dijadikan untuk pembenaran diri terhadap lain. Orang yang malang dicap pantas memikul salib karena perbuatan dan sikapnya. Padahal, seharusnya, kita memiliki tanggung jawab untuk melepaskan salib (baca: beban) orang lain.

Bahkan ada orang yang menciptakan salib baru bagi orang lain. Ia menyalibkan sesama dengan bentuk yang berbeda. Tidak menyalibkan orang di kayu salib melainkan melalui perlakuan atau tindakan.

Perubahan perilaku menyebabkan makna salib masa kini mengalami distorsi. Salib yang semula adalah "jalan keselamatan", menjadi jalan penderitaan. Orang menciptakan salib bagi orang lain (membuat orang lain menderita).

Kita mungkin menemukan banyak macam salib kekinian di lingkungan kita masing-masing. Di keluarga, tetangga, kantor, masyarakat bahkan di komunitas rohani.

Semoga dengan momentum PASKAH tahun ini, kita menemukan kembali MAKNA SALIB yang sesungguhnya. Kita tidak lagi berperan sebagai sosok yang berkarakter PILATUS, HERODES, dan PARA SERDADU yang menyalibkan sesama melalui tutur kata dan perbuatan kita.

Tugas kita adalah menanggalkan salib di pundak dan pikiran sesama, bukan membebaninya dengan 'salib' baru. Karena MISTERI SALIB adalah MISTERI PEMBEBASAN. Jika tidak demikian, untuk apa kita merayakan PASKAH. Karena PASKAH adalah KEBANGKITAN dari sikap dan perbuatan yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah menyalibkan orang lain.

SELAMAT MERAYAKAN PASKAH. PASKAH YANG MEMBEBASKAN!

THANK YOU, MY LORD!










Tidak ada komentar:

Posting Komentar